Blog ini masih dalam pengembangan. Berbagi tidak hanya berbentuk materi, tetapi berbagi tulisan pun dapat memberikan kebahagian tersendiri.

Proposal Dialektologi

Posted by Rizal Effendy Panga Sabtu, 02 Maret 2013 0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa Dayak yang disingkat BD merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Timur. Di Kalimantan Timur, masyarakat Dayak memiliki populasi 9, 91 % dari total populasi sebanyak 3.550.586 jiwa (BPPS, 2010). Suku Dayak menempati urutan ke-4 setelah Jawa, Bugis, dan Banjar.
Kabupaten Kutai Barat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia dengan ibukotanya Sendawar. Kutai Barat merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999 dengan luas sekitar 31.628,70 km2 atau kurang lebih 15 persen dari luas Propinsi Kalimantan Timur dan berpenduduk sebanyak 165.934 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia, 2010), Secara geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113'048'49" sampai dengan 116'032'43"Bujur Timur serta diantara 103'1'05" Lintang Utara dan 100'9'33" Lintang Selatan. Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Malinau dan Negara Sarawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah serta Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 238 Kampung. Kedua Puluh Satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bongan, Kecamatan Jempang, Kecamatan Penyinggahan, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan Muara Lawa, Kecamatan Damai, Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak, Kecamatan Long Iram, Kecamatan Long Hubung, Kecamatan Long Bagun, Kecamatan Long Pahangai, Kecamatan Long Apari, Kecamatan Bentian Besar, Kecamatan Linggang Bigung, Kecamatan Nyuatan, Kecamatan Siluq Ngurai, Kecamatan Manor Bulatn, Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Tering dan Kecamatan Laham. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Kutai Barat adalah Suku Dayak. Adapun suku-suku Dayak di Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai berikut: Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Benuaq, Suku Dayak Bahau, Suku Dayak Bentian, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Penihing, Suku Dayak Kayan, Suku Dayak Seputan, Suku Dayak Bukat, dan Suku Dayak Luangan.
Perbedaan suku-suku inilah yang menjadi ketertarikan. Seluruh masyarakat bersepakat menggunakan Dayak sebagai nama suku mereka, namun secara pengakuan dari penutur mereka tidak ingin disamakan dengan suku-suku yang lain. Bahkan, di antara penutur yang pernah peneliti temui mengatakan bahwa bahasa kami berbeda. Berangkat dari alasan inilah, peneliti ingin meneliti bahasa Dayak khususnya bahasa Dayak yang berada di kabupaten kutai Barat.
Penelitian sejenis yang baru diketahui adalah penelitian Prof. Dr. Kisyani-Laksono dalam disertasinya yang berjudul Bahasa Jawa di Jawa Timur Bagian utara dan Blambangan: Kajian Dialektologis. Penelitian ini hanya berbeda objek penelitiannya. Bahasa Dayak peneliti pilih sebagai objek penelitian karena peneliti berasal dari Kalimantan Timur dan mencoba menggali dan membuktikan ucapan penutur, apakah beda isolek, dialek, atau subdialek dari bahasa-bahasa Dayak tersebut.

B. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian linguistik pada objek kajian dialektogi pada bahasa Dayak di Kutai Barat. Kajian ini untuk menemukan perbedaan antara bahasa Dayak yang satu dengan bahasa Dayak yang lain ditinjau dari segi perbedaan fonologis, leksikal, morfologis, dan sintaksis dengan menggunakan dialektometri dan peta bahasa.

c. Fenomena dan Fokus
1. Fenomena Penelitian
Fenomena yang terjadi dalam Bahasa Dayak di Kutai Barat adalah meskipun sama-sama bahasa Dayak, namun setiap daerah mengatakan penya bahasa yang berbeda dengan bahasa yang lain. Dari fenomena ini dapat disusunlah rumusan masalah “Bagaimanakah batas dialek, batas subdialek, dan pengaruh bahasa lain dalam Bahasa Dayak Di Kutai Barat. Rumusan ini dapat dirinci menjadi dua fokus penelitian.

2. Fokus
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil fokus sebagai berikut:
a. Bagaimanakah identifikasi dan peta dialek dan subdialek Bahasa Dayak di Kutai Barat?
b. Bagaimanakah deskripsi bentuk-bentuk linguistik Bahasa Dayak di Kutai Barat?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menetapkan batas dialek, batas subdialek, dan deskripsi bentuk-bentuk linguistik Bahasa Dayak di Kutai Barat. Secara lebih rinci tujuan ini dapat dirinci menjadi tiga hal, yaitu:
a. Melakukan indentifikasi dialek dan subdialek Bahasa Dayak di Kutai Barat dalam wujud peta bahasa atau peta dialek.
b. Mendeskripsikan bentuk-bentuk linguistik dalam Bahasa Dayak di Kutai Barat.

4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini ialah dihasilkan peta bahasa daerah Bahasa Dayak di Kutai Barat. Secara umum, manfaat peta bahasa ialah sebagai berikut (Lauder, 1993: 3-5): (1) dari peta bahasa dapat dibuat peta bunyi sehingga dapat dilihat kaidah fonotaktik bahasa/dialek yang diteliti; (2) peta bahasa dapat lebih mempermudah rekonstruksi bahasa sehingga dapat membantu bidang linguistik historis komparatif; (3) peta bahasa dapat melokalisasi konsep budaya tertentu sejauh konsep itu tercermin dalam kosakata; (4) peta bahasa sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat ramalan peta penyebaran epidemi pada umumnya sejalan dengan batas bahasa/dialek (epidemic mudah berjangkit pada orang-orang yang sering melakukan kontak. Dalam hal ini, WHO pernah memanfaatkan peta bahasa untuk membuat prediksi peta penyebaran wabah penyakit menular (Lauder, 1990: 5, dalam Kisyani-Laksono, 2004:5).
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi Pusat Bahasa, pemerintah daerah, dan beberapa instansi terkait. Dari segi pendidikan, penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kurikulum muatan lokal yang berbasis pada nila-nilai kearifan lokal. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai pertimbangan, bagi peneliti dan para penyuluh yang sedang/akan berada di daerah penelitian.


BAB II
LANDASAN TEORI


A. Konsep Penelitian
1. Definisi Dialektologi
Dialektologi adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi-variasi bahasa dengan memperlakukannya sebagai struktur yang utuh (Kridalaksana, 2011: 49).
Dalam pemakaian umum, istilah dialek biasanya dikaitkan dengan semacam bentuk isolek yang substandard dan berstatus rendah. Konotasi negative yang diberikan pada istilah dialek itu berkaitan dengan sudut pandang sosiolinguistis yang memperhitungkan penilaian penutur tentang keragaman isolek serta pemilihan sosial yang berkaitan dengan bahasa dan kelakuan berbahasa. Istilah tersebut sering dipertentangkan dengan istilah bahasa yang merujuk pada isolek yang telah dibakukan dan menjadi sumber rujukan penilaian isolek lain yang setingkat dengannya, tetapi belum dibakukan. Dengan kata lain, dialek merupakan penilaian hasil perbandingan dengan salah satu isolek lainnya yang dianggap lebih unggul (cf. steinhauer, 1991: 4-5; Mahsun, 1995: 12). Dari sudut diakronis, pandangan tersebut tidak dibenarkan (Mahsun, 1995: 12).
Diakronis adalah bersifat historis yang berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya sepanjang waktu (Kridalaksana, 2011: 48). Dari definisi diakronis ini, maka setiap keragaman isolek yang membentuk dialek-dialek atau subdialek-subdialek yang terjadi akibat perkembangan historis suatu bahasa, memiliki kedudukan yang setara (Mahsun, 1995: 12).
Jadi dapat disimpulkan, bahwa dialektologi mengkaji bahasa dari pendekatan terhadap bahasa yang secara historis dan memiliki kedudukan yang sama, tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi dalam memandang bahasa sebagai sebuah struktur yang utuh.

2. Bidang-bidang Kajian Dialektologi
Bidang-bidang kajian dialektologi terdapat dua aspek, yaitu aspek singkronis (deskriftif) dan diakronis (historis) (Mahsun, 1995: 13). Dari aspek sinkronis (deskriftif) pengkajiannya disasarkan pada upaya-upaya berikut ini:
a. Pendeskripsian perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam bahasa yang diteliti yang meliputi: fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik.
b. Pemetaan unsur-unsur kebahasaan yang berbesa itu.
Penentuan isolek sebagai dialek atau subdialek dengan berpijak pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda, yang telah dideskripsikan dan dipetakan itu.
c. Membuat deskripsi yang berkaitan dengan pengenalan dialek atau subdialek melalui pendeskripsian cirri-ciri fonologis, morfologis, sintaktis, dan leksikal yang menandai atau membedakan antara dialek atau subdialek yang satu dengan lainnya dalam bahasa yang diteliti.
Dari aspek diakronis (historis) pengkajiaannya disasarkan pada upaya-upaya :
a. Membuat rekonstruksi prabahasa (pre-language) bahasa yang diteliti dengan memanfaatkan evidensi yang terdapat dalam dialek atau subdialek yang mendukungnya;
b. Penelusuran pengaruh antardialek/subdialek bahasa yang diteliti serta situasi persebaran geografisnya;
c. Penelusuran unsur kebahasaan yang merupakan inovasi internal ataupun eksternal dalam dialek-dialek atau subdialek-subdialek bahasa yang diteliti, termasuk bahasa sumbernya serta situasi persebaran geografisnya dalam tiap-tiap dialek atau subdialek itu;
Penelusuran unsur kebahasaaan yang berupa bentuk relik pada dialek atau subdialek yang diteliti dengan situasi persebaran geografisnya;
Penelusuran saling hubungan antara unsur-unsur kebahasaan yang berbeda di antara dialek atau subdialek bahasa yang diteliti;
Membuat analisis dialek/subdialek ke dalam dialek/subdialek relik (dialek yang lebih banyak mempertahankan atau memelihara bentuk kuno) dan dialek/subdialek pembaharu. Dengan kata lain, membuat analisis dialek/subdialek yang konservatif dan inovatif;
Dalam pengertian yang terbatas, membuat rekonstruksi sejarah daerah yang diteliti (Mahsun, 1995: 14).

Deskripsi unsur-unsur kebahasaan
Deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan mencakup semua bidang yang termasuk dalam kajian linguistik, yaitu fonologi, morfologi sintaksis, leksikon, dan semantik. Meskipun bidang pragmatik termasuk ke dalam bidang kajian linguistik ini kurang relevan untuk dimasukkan ke dalam kajian dialektologi. Hal ini disebabkan, perbedaan yang muncul pada bidang pragmatic lebih merupakan perbedaan yang bersifat sintopik daripada perbedaan yang bersifat diatopik (Mahsun, 1995: 23).
Deskripsi linguistik ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: deskripsi perbedaan fonologi, deskripsi perbedaan morfologi, dan deskripsi perbedaan sintaksis.

Deskripsi Perbedaan Fonologi
Perbedaan fonologi berkenaan dengan perbedaan fonetikk, jadi merupakan perbedaan fonologikal. Perbedaan fonologi perlu dibedakan dengan perbedaan leksikon mengingat dalam penentuan isolek sebagai bahasa, dialek, atau subdialek dengan menggunakan dialektometri pada tataran leksikon (Mahsun, 1995: 23).
Leksem-leksem yang merupakan realisasi dari satu makna yang terdapat di antara daerah-daerah pengamatan itu ditentukan sebagai perbedaan fonologi, apabila: (1) perbedaan yang terdapat pada leksem-leksem yang menyatakan makna yang sama itu muncul secara teratur atau merupakan korespondensi; dan (2) perbedaan di antara leksem-leksesm yang menyatakan makna yang sama itu berupa variasi dan perbedaan itu hanya terjadi pada satu atau dua bunyi yang sama urutannya (Mahsun, 1995: 24).
Perbedaan fonologi yang terjadi di antara daerah-daerah pengamatan (dialek/subdialek) atau di antara bahasa-bahasa muncul sebagai akibat dari perbedaan dalam merefleksikan prafonem/protofonem yang terdapat pada prabahasa atau protobahasa (Mahsun, 1995: 25).
Perubahan bunyi yang terjadi di antara dialek-dialek/subdialek-subdialek atau bahasa-bahasa turunan dalam merefleksikan bunyi-bunyi bahasa turunan dalam merefleksikan bunyi-bunyi yang terdapat pada prabahasa atau protobahasa yang mengakibatkan terjadinya perbedaan dialek/subdialek ataupun perbedaan bahasa, ada yang teratur dan ada yang tidak teratur. Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi, sedangkan perubahan bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi (Mahsun, 1995: 28).
Kekorespondensian suatu kaidah perubahan bunyi berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek linguistik dan aspek geografis. Korespondensi dibagi dapat dibagi menjadi tiga tingkat kaidah, yaitu: (1) korespondensi sangat sempurna, jika perubahan bunyi itu berlaku untuk semua contoh yang disyarati secara linguistis dan daerah sebaran secara geografisnya sama; (2) korespondensi sempurna, jika perubahan berlaku pada semua contoh yang disyarati secara linguistis, namun beberapa contoh memperlihatkan daerah sebaran geografisnya tidak sama; dan (3) korespondensi kurang sempurna, jika perubahan itu tidak terjadi pada semua bentuk yang disyarati secara linguistis, namun sekurang-kurangnya terdapat pada dua contoh yang memiliki sebaran geografis yang sama.
Sebuah perbedaan bunyi bisa dikatakan bervariasi, jika daerah sebaran geografisnya tidak sama.Beberapa perubahan bunyi yang dapat digolongkan ke dalam perubahan yang berupa variasi, antara lain adalah: asimilasi, disimilasi, metatesis, kontraksi, aferesis, sinkope, apokope, protesis, epentesis, dan paragog (Mahsun, 1995:34).

Deskripsi Perbedaan Morfologi
Perbedaan morfologi yang dideskripsikan menyangkut semua perbedaan aspek kajian morfologis, yang terdapat dalam bahasa yang diteliti. Perbedaan itu dapat menyangkut aspek afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan morfofonemik (Mahsun, 1995: 51).

Deskripsi Perbedaan Sintaksis
Perbedaan sintaksis yang dimaksudkan berkaitan dengan perbedaan yang terdapat pada seluruh aspek kajian sintaksis, yang ditemukan dalam bahasa yang diteliti. Perbedaan tersebut menyangkut perbedaan struktur klausa ataupun frasa yang digunakan untuk menyatakan makna yang sama (Mahsun, 1995: 53).

Pemetaan Bahasa
Sesuai dengan objek kajiannya yang berupa perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor spasial (geografis), maka peta bahasa dalam dialektologi, khususnya dialek geografis memiliki peran yang cukup penting. Peran itu berkaitan dengan upaya memvisualisasikan data lapangan ke dalam bentuk peta, agar data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis serta memvisualisasikan pernyataan-pernyataan umum yang dihasilkan berdasarkan distribusi geografis perbedaan-perbedaan yag lebih dominan dari wilayah ke wilayah yang dipetakan. Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan dan peta penafsiran (Mahsun, 1995: 58-59).

Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, peneliti berangkat dari sebuah fenomena di masyarakat Dayak yang menurut pengakuan penutut memiliki bahasa yang berbeda. Fenomena ini menimbulkan permasalahan yang menjadi tujuan penelitian untuk mengidentifikasi isolek masyarakat Dayak dari dialek/subdialek, atau bahasa yang berbeda. Selain itu penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripksikan bentuk-bentuk linguistik yang terjadi dalam hubungannya secara geografis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah dialektologi diakronis yang berusaha untuk memetakan bahasa-bahasa Dayak berdasarkan beda dialek, subdialek, atau bahasanya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan peta bahasa dan deskripsi bentuk-bentuk linguistik sebagai bentuk refleksi dari fenomena yang terjadi di masyarakat penutur Bahasa Dayak.


BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN


A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Metode simak disejajarkan dengan metode observasi dalam penelitian sosial (Sudaryanto, 1993: 133). Metode cakap disejajarkan dengan metode wawancara dalam penelitian sosial (Sudaryanto, 1933: 137).
Metode simak memainkan peran yang sangat penting untuk mengecek kembali penggunaan bahasa yang diperoleh dengan metode cakap. Tidak jarang ditemui dalam penelitian bahasa, misalnya bidang dialektologi, informan, karena alasan tertentu, misalnya malu dianggap isoleknya kurang prestise lalu cenderung memberi keterangan tentang suatu bentuk yang lebih prestise (dialek standar), padahal sesungguhnya tidak terdapat dalam isoleknya (Mahsun, 2011: 94).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada responden dan dilakukan dengan merekam dan mencatat setiap berian yang diberikan oleh responden berkenaan dengan daftar tanya atau percakapan spontan yang keluar dari mereka dengan menggunakan teknik pancing.
Dalam wawancara digunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini dibantu oleh penduduk asli yang dikenal untuk menjadi mediasi antara peneliti dan responden. Hal ini dilakukan agar timbul keakraban antara peneliti dan responden. Penduduk asli ini akan menggunakan bahasa Dayak dalam mengenalkan maksud dari kedatangan peneliti. Responden tidak memberikan daftar berian berdasarkan data tanya secara langsung, tetapi peneliti melakukan wawancara dengan memancing responden dengan menggunakan benda-benda, gerakan, tiruan bunyi, atau penggambaran dalam bentuk sketsa untuk mendapatkan berian dari responden.
Pemancingan yang mempunyai tujuan terarah, memungkinkan seorang peneliti mampu mengulangi suatu bahasa yang belum pernah dipelajari dalam waktu singkat dan sanggup melahirkan suatu deskripsi yang mengandung kumpulan fakta yang banyak (Samarin, 1988: 62).
Dalam proses wawancara, peneliti juga dilakukan dengan antusias agar responden pun antusias. Dalam hal ini dapat digunakan kalimat-kalimat, seperti: Bisa diulang, Pak! Oh, begitu ya,, dan kalimat-kalimat yang lain. Kalimat-kalimat ini diharapkan terjadi hubungan kedekatan antara peneliti dan responden, sehingga berian yang dihasilkan dapat menjadi data yang alamiah.
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah berian kata-kata bahasa Dayak di Kutai Barat yang sesuai dengan berian daftar tanya atau kata-kata yang secara spontanitas keluar dari responden melalui teknik pemancingan.
Lokasi, Sumber Data, Setting Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada desa-desa yang menggunakan bahasa Dayak sebagai bahasa ibunya. Desa-desa ini berada di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.


Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah responden dari penduduk asli dari setiap daerah penelitian di Kabupaten Kutai Barat. Pentingnya data kebahasaan yang diperoleh dari setiap daerah pengamatan dalam penelitian dialektologi mengimplikasikan peran yang penting pula yang dimainkan oleh para informan (Mahsun, 1995: 105).
Atas dasar kepentingan di atas, maka pemilihan informan memiliki beberapa persyaratan yaitu:
Berjenis kelamin pria atau wanita;
Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;
Berpendidikan maksimal tanpat pendidikan dasar (SD-SMP);
Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
Pekerjaannya bertani atau buruh;
Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya;
Dapat berbahasa Indonesia; dan
Sehat jasmani dan rohani
Sehat jasmani maksudnya tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat, sedangkan sehat rohani maksudnya tidak gila atau pikun (Mahsun, 1995: 106).
Penelitian dialektologi memerlukan banyak informan sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih objektif mengenai situasi kebahasaan setempat. (Samarin, 1988: 28). Dalam penelitian ini setiap daerah penelitian diperlukan 2-3 orang responden, satu sebagai responden utama, sedangkan yang lain hanya sebagai pembanding.
Setting Penelitian
Setting yang dipilih dalam penelitian ini adalah desa-desa di Kutai barat yang jauh dari kota agar didapatkan data yang alami.
Cara Memasuki Lokasi
Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh seorang kenalan yang akan mengenalkan dan menemani selama proses pengumpulan data. Sebelum memasuki daerah penelitian, peneliti akan menentukan daerah penelitian baik secara data statistik maupun berdasarkan letak daerah di lapangan. Cara ini diharapkan agar peneliti dan responden bisa lebih akrab dan proses pengambilan berjalan secara alamiah. Setelah menentukan daerah penelitian, sebelum memulai penelitian, penulis akan meminta izin kepada kepala adat dan kepala desa daerah penelitian.
Peneliti juga akan melakukan proses perizinan melalui jalur birokrasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat berkenaan dengan faktor kelegalan dan keamanan selama melakukan penelitian.



Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, tahapan-tahapan penelitian yang harus dilakukan sebagai berikut: tahapan persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penulisan laporan penelitian.
Tahap persiapan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Mencari data daerah penelitian, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dalam menentukan daerah penelitian. Secara kuantifikasi, peneliti akan mencari data daerah-daerah yang didiami Suku Dayak di Kutai Barat melalui Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan secara kualitatif, daerah penelitian akan ditentukan berdasarkan informasi dari rekan-rekan yang berada di Kutai Barat;
Menyiapkan instrumen daftar tanya;
Menyiapkan instumen informan; dan
Menyiapkan instrumen daerah penelitian.
Membuat jadwal penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
Menentukan informan dari setiap daerah penelitian;
Mengambil data dari setiap daerah penelitian secara bertahap;
Menganalisis data; dan
Mengklasifikasikan data berdasarkan daftar urutan daftar tanya



Tahap penulisan laporan penelitian ini sebagai berikut:
Data yang telah terkumpul dan telah diklasifikasikan disajikan berdasarkan medan maknanya; dan
Menulis laporan penelitian secara sistematis sesuai aturan yang berlaku.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data digunakan dengan teknik rekam dan teknik catat (Sudaryanto, 1993: 139). Peneliti dalam pengambilan data menggunakan daftar tanya, bercerita, atau dengan pertanyaan-pertanyaan yang memancing berian-berian dari responden.
Berian-berian yang didapatkan secara lisan dari responden harus dicatat. Catatan-catatan lapangan (berupa rekaman) harus diubah ke dalam bentuk tulisan-tulisan (Miles, 1992: 75).
Analisis Data
Analisis data dikaitkan dalam fenomena dan fokus, tujuan penelitian, dan landasan teori. Dalam hal ini digunakan metode padan dengan teknik hubung banding membedakan dan teknik hubung banding menyamakan (Sudaryanto, 1993: 13-17). Dalam metode padan, alat penentunya di luar atau tidak menjadi bagian dari isolek yang diteliti karena isolek yang diteliti ini dibandingkan dengan isolek lain untuk mengetahui perbedaan dan persamaannya (Kisyani-Laksono, 2004: 17).


Pada tahap awal dilakukan tabulasi data. Dalam hal ini, satu glos akan diwujudkan dalam satu halaman dengan berian dari masing-masing daerah penelitian sehingga ada 829 lembar/halaman tabulasi data kata/frasa dan 100 lembar tabulasi data kalimat (Kisyani-Laksono, 2004: 17).
Prosedur Analisis Data
Dalam penelitian ini, prosedur analisis data dilakukan berdasarkan fenomena dan fokus penelitian. prosedur penelitian terdiri dari proses indentifikasi dialek atau subdialek Bahasa Dayak di Kutai Barat dan proses pendeskripsian bentuk-bentuk linguistik bahasa Dayak di Kutai Barat.
Jenis Data
Data penelitian ini adalah berian-berian bahasa Dayak di Kutai Barat sesuai dengan daftar tanya atau berian-berian yang muncul melalui proses pemancingan.
Teknik Analisis Data
Pemetaan berbagai perbedaan ini akan menunjukkan perbedaaan (dan persamaan) secara sinkronis, sesuai dengan keadaan geografis dan kenyataan yang ada. Selanjutnya, berdasarkan peta itu diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih mudah dipahami, termasuk adanya kemungkinan pengelompokkan isolek di daerah penelitia dengan metode dialektometri. Untuk melakukan itu, pada tahap awal dilakukan pemetaan berdasarkan segitiga dialektometri (Kisyani-Laksono, 2004: 18).
Untuk penghitungan dengan segitiga ini dilakukan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: (1) daerah pengamatan yang diperbandingkan hanya daerah pengamatan yang berdasarkan letaknya masing-masing mungkin setiap melakukan komunikasi; (2) setiap daerah pengamatan yang mungkin berkomunikasi secara langsung dihubungkan dengan sebuah garis sehingga diperoleh segitiga yang beragam bentuknya; dan (3) garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan. Sebaiknya dipillih satu kemungkinan saja yang letaknya lebih dekat daripada yang lain (Mahsun, 1995: 119). Dari perhitungan segitiga dialektometri ini didapatkan peta dasar segitiga dialektometri.
Selanjutnya, penghitungan jarak kosakata dilakukan dengan berpedoman pada peta segitiga dialektometri dan pada cara penghitungan permutasi. Selain itu juga digunakan beberapa pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan dan jenis perbedaan.
Berikut ini adalah pedoman yang digunakan (cf. Lauder, 1993: 143; Kisyani-Laksono, 2000b: 14) , yaitu: (1) jika di suatu DP dikenal lebih dari satu berian dan salah satu berian dan salah satu di antaranya dikenal di DP lain yang dibandingkan, perbedaan itu dianggap tidak ada; (2) jika di DP-DP yang dibandingkan itu salah satu diantaranya tidak ada beriannya, perbedaan itu dianggap tidak ada; (3) jika di DP-DP yang dibandingkan itu semua tidak ada beriannya, DP-DP itu dianggap sama; (4) dalam penghitungan dialektometri pada tataran leksikal, perbedaan fonologis dan morfologis yang muncul dianggap tidak ada; dan (5) hasil penghitungan itu dipetakan dengan sitem konstruksi “polygons de Thiessen” (peta segi banyak dialektometri). Pada peta segitiga dialektometri. Peta segi banyak dialektometri lebih “nyata” memvisualisasikan batas-batas antar-DP atau memisahkan DP-DP daripada peta segitiga dialektometri karena peta segitiga dialektometri lebih bersifat memisahkan DP (Kisyani-Laksono, 2004: 18-19).
Bedasarkan segita dan segi banyak dialektometri ini ditentukan pasangan-pasangan DP untuk menentukan perbedaan leksikal dan fonologis yang ada. kemudian dibuat tanda tertentu, misalnya (v) untuk menunjukkan adanya perbedaan dan tanda (-) ntuk menunjukkan persamaan (Kisyani-Laksono, 2004: 19).
Penghitungan perbedaan leksikal pada masing-masing glos dihitung per medan makna, sehingga dapat dilihat hasil keseluruhannya paling dekat dengn medan makna yang mana. Adapun perbedaan fonologis dihitung secara keseluruhan. Perbedaan fonologis tidak memungkinkan dihitung per medan makna karena adanya korespondensi. Setelah itu, akan dicoba digabungkan hasil pemetaan perbedaan leksikal dan fonologis (Kisyani-Laksono, 2004: 23).
Selanjutnya, rumus yang digunakan dalam dialektometri ialah sebagai berikut (Guiter dalam Mahsun, 1995: 118).
((S x 100))/n=d%
S = jumlah beda dengan DP lain
N =jumlah peta yang dibandingkan
D = jarak kosakata dalam persentase



Hasil yang diperole dari perhitungan dialektometri ini akan digunakan untuk menentukan hubungan antar-DP dengan kriteria sebagai berikut:
Perbedaan dalam tataran leksikal
81% ke atas : perbedaan bahasa
51%-80% : Perbedaan dialek
31%-50% : perbedaan subdialek
21%-30% : perbedaan wicara
Dibawah 20% : tidak ada perbedaan
Perbedaan dalam tataran fonologis
17% ke atas : perbedaan bahasa
12%-16% : perbedaan dialek
8%-11% : perbedaan subdialek
4%-7% : perbedaan wicara
0%-3% : tidak ada perbedaan
Hasil perbedaan dalam tataran leksikal digunakan juga untuk membuat peta permutasi. Peta permutasi ini berguna untuk semakin mengukuhkan hasil yang didapatkan dari penghitungan perbedaan leksikan karena permutasi tidak hanya akan berurusan dengan DP yang berdekatan, tetapi juga berurusan dengan DP yang DP yang berjauhan letaknya (Kisyani-Laksono, 2004: 24).
Selanjutnya dibuat pemetaan garis-garis isogloss yang dihimpun dalam peta berkas isogloss. Isogloss ialah garis imajiner yang ditorehkan di atas peta bahasa.
Deskripsi bentuk-bentuk linguistik, setelah tabulasi data kata/frase, dilakukan pemilahan berdasarkan perbedaan leksikal dan nonleksikal yang meliputi beda fonologis, morfologis, dan zero. Adapun tabulasi data kalimat akan digunakan untuk deskripsi kalimat yang ada di daerah penelitian. Dalam hal ini, deskripsi perbedaan antar-DP akan menggunakan dasar kemiripan bentuk dan makna serta perbedaan/perubahan bentuk dan kesamaan makna. Bentuk-bentuk yang secara diakronis merupakan turunan dari bentuk yang berbeda digolongkan ke dalam perbedaan leksikal.
Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, kriteria dan teknik pemerikasaan yang digunakan sebagai berikut:
Kredibilitas peneliti (derajat kepercayaan), meliputi: perpanjangan keikutsertaan, menemukan siklus kesamaan data, ketekunan pengamatan, triangulasi kejujuran peneliti, pengecekan melalui diskusi, kajian kasus Negatif, dan pengecekan anggota;
Kredibilitas metode pengumpulan data, meliputi: triangulasi metode dan triangulasi sumber data;
Kredibilitas teoretis dan referensi, meliputi triangulasi teori dan kecukupan referensial;
Kepastian, meliputi: uraian rinci; dan
Kebergantungan, meliputi: audit kebergantungan (Bungin, 2010: 255).




Teknik Mengakhiri Penelitan
Dalam penelitian ini, peneliti akan melaporkan kepada pihak-pihak terkait, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat bahwa peneliti telah menyelesaikan penelitiannya.
Peneliti juga meminta izin kepada kepala adat kepala desa suku Dayak di Kutai Barat. Selain itu, pada akhir penyelesaian setelah laporan penelitian ini telah diuji dan dipertanggungjawabkan, maka peneliti akan memberikan salinan kepada pihak-pihak terkait, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat.
Penelitian ini diakhiri setelah diakhiri setelah peneliti merasa semua data yang diperlukan sesuai dengan fokus penelitian sudah lengkap dan tidak lagi menemukan data baru atau sudah mengalami kejenuhan, serta telah tercapai suatu tingkat kepercayaan yang memadai kebenaran data atau hasil penelitian.











DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Kisyani-Laksono. 2004. Bahasa Jawa di Jawa Timur Bagian Utara dan Blambangan: Kajian Dialektologis. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

------. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.








0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman